|

Paguyuban Advokat Tebing Tinggi, Diskusikan KUHP Baru



Tebing Tinggi, Harian Central.net : Prinsip primum  remedium, akan berganti menjadi  ultimum remedium. Selabjutnya  Restoratif Justice merpakan upaya membuang pemidanaan sebagai bentuk balas dendam, mengalihkannya kepada pembinaan, restitusi, sesuai kearifan lokal (local wisdom).    Demikian Prof. Maidin SH, MH, di cafe Kawan Kupi, dalam acara Bedah KUHP Baru, Sabtu 25 Oktober 2025, yang diselenggarakan oleh Paguyuban Advokat Kota Tebing Tinggi.


Jadi dalam KUHP Baru (KUHPN yang diundangkan di Republik Indonesia nomor 1 tahun 2023) akan dilaunching tahun 2026 meninggalkan paradigma lama yaitu pemidanaan sebagai hal yang utama (primum remedium) mengganti menjadi ultimum remedium, (pemidanaan sebagai upaya terakhir)  akan mengenal upaya pemidanaan restitusi ( kompensasi), dan pembinaan, pelatihan,  untuk mencapai restorasi justice. Bahkan dalam memberi sanksi pidana seumur hidup nantinya setiap menjalani 10 tahun kurungan akan ada pertimbangan bagi terpidana dalam memberikan keringanan agar terpidana tidak larut dalam rasa bersalah yang terus menerus menghantuinya. 


Menanggapi konsep perdamaian sebagai upaya restorasi justice menurut beberapa advokat di kota Tebing Tinggi, akan sangat berbahaya bagi upaya penyidikan,  bahkan dapat ditengarai kesewenangan atau kepentingan oknum tertentu.  Untuk itu perlu diutamakan kesiapan mental para penyidik dan juga kesiapan sarana untuk memberi pembinaan dan pelatihan demi upaya restorasi justice sebagaimana diharapkan oleh  KUHPN tersebut. 


Dalam hal itu Prof Maidin mencontohkan kasus penolakan pengaduan beberapa pendeta Yayasan Methodist yang dianggap tidak kompeten karena hanya pengawas dan pengurus yayasan saja dalam anggaran dasar yayasan yang ber-hak membuat pengaduan. Namun ketika para pendeta mendapat dukungan dari ahli, yaitu  bagaimana jika antara pengurus dan pengawas terjadi kemufakatan? Sehingga kemufakatan kong kali kong itu tak memberikan rasa keadilan bagi para pendeta yang dipecat?  Akhirnya Penyidik menerima kembali pengaduan para Pendeta tersebut. 


Cakupan hal  zinah sebagaimana diatur dalam Pasal 411 KUHPN menggantikan Pasal 284 KUHP Lama,  cakupannya lebih luas, yaitu termasuk bagi pasangan yang kumpul kebo,  dikenakan maksimal 1 tahun kurungan atau denda Rp 10 juta. Hal ini menjadi dilema yang juga disuarakan oleh paguyuban advokat Tebing Tinggi. Namun menurut Prof Maidin hal itu layak disetujui, dengan maraknya kehidupan pasangan tanpa ikatan perkawinan, merebak pula penyakit yang ditularkan hubungan seksual. (Asmi)

Komentar

Berita Terkini